LP3B Laporkan Perdagangan Besi Tua di Taman Nasional Ujung Kulon -->

Iklan Semua Halaman

LP3B Laporkan Perdagangan Besi Tua di Taman Nasional Ujung Kulon

Ananta Gultom
Tuesday, March 27, 2018
Jakarta 27 Maret 2018, eMaritim.com

Banyaknya bangkai kapal yang tidak diangkat sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 71 tentang kegiatan salvage dan bawah air banyak ditemui di seluruh perairan Indonesia.

Dalam kunjungan ke Pelabuhan Sumur di Banten pada Sabtu 24 Maret 2018 lalu, eMaritim berkesempatan menemui Lembaga Penjaga Pesisir dan Pulau Pulau Banten (LP3B) yang sangat peduli dengan kelestarian alam provinsi paling barat pulau jawa tersebut, khususnya di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).

Dalam wawancara khusus dengan eMaritim.com, pengurus LP3B mengeluhkan masih terjadinya pembiaran bangkai kapal kandas berlama lama berada di Taman Nasional Ujung Kulon yang termasuk area sangat sensitif karena satwa Badak yang dilindungi disana sangat rawan punah.

Pengurus LP3B Bapak Gabel menjelaskan ; "Saya contohkan soal Tongkang Mahameru yang kandas pada akhir tahun 2016 di Benawoh Ujung Kulon, tidak pernah ada yang mengurus untuk menyingkirkannya. Padahal aturannya jelas, harus bersih paling lama 6 bulan setelah dia kandas. Lha, setelah setahun lebih tiba-tiba ada perusahaan yang muncul di TNUK dengan ijin Salvage dan metodenya Pengapungan. Setelah kami ikut mengawasi, ternyata yang terjadi adalah jual beli besi tua di TNUK bermodalkan ijin Salvage tersebut, gimana ini pak? ".

Dari data yang disampaikan LP3B, memang jelas tertulis bahwa HUBLA memberikan ijin kepada PT United Sub Sea Service yang beralamat di Batam untun melakukan pengapungan tongkang Mahameru yang berada di koordinat : 06.49.866 S 105.27.437 E, akan tetapi dalam pelaksanaan selanjutnya PT United Sub Sea Service memberikan kuasa kepada individu dalam sebuah surat yang juga sekaligus membebaskan PT United Sub Sea Service dari segala tanggung jawab atas pekerjaan individu tersebut di TNUK terhadap tongkang Mahameru.
" Ini kan aneh pak, masa pemegang ijin salvage membebaskan diri dan melimpahkannya pada seseorang? ".  Tegas Pak Gabel.

Keberatan LP3B juga karena mereka sebagai Lembaga Masyarakat yang sering melakukan kegiatan bersih bersih pantai pernah mengajukan kepada HUBLA untuk menjadi pihak yang membersihkan bangkai tongkang tersebut, tetapi tidak diberikan ijin walaupun seluruh persyaratan sudah dilengkapi termasuk ijin salvagenya.

Kini tiba tiba muncul seseorang yang bekerja atas nama pribadi dan terbungkus ijin Salvage pihak lain melakukan jual beli bangkai kapal di tempat yang selalu mereka jaga kebersihan dan kelestariannya.

Jika saja pihak otoritas konsisten menjalankan amanah PM 71/33 Menteri Perhubungan, maka sudah bisa dipastikan tidak ada bangkai kapal yang mencemari pantai dan laut Indonesia. Urusan berapa biaya dan tingkat kesulitan pekerjaan tersebut adalah urusan Asuransi dan perusahaan Salvage, karena pemerintah sendiri yang mewajibkan setiap kapal harus memiliki asuransi Wreck Removal.

Jangan membiarkan ruang kepada pihak yang semestinya bertanggung jawab untuk melakukan negosiasi agar bisa ingkar dari tanggung jawabnya, karena seluruh kapal yang tertanggung sudah membayar premi seperti yang diharuskan.

Bersukur masih ada kelompok masyarakat yang peduli akan lingkungan dan masa depan tanah kelahirannya seperti LP3B.(jan)