Ini Kronologis Kapal MV NEHA Ditahan Orang Tak Dikenal -->

Iklan Semua Halaman

Ini Kronologis Kapal MV NEHA Ditahan Orang Tak Dikenal

Ananta Gultom
Thursday, December 21, 2017
(Kiri) Chandra Motik, Kuasa Hukum Bulk Blacksea Inc. (Tengah) Raef S Din, Direktur Bulk Blacksea Inc. (Kanan) Patrick Staf Bulk Blacksea Inc.
Jakarta, eMaritim.com � Masalah dalam dunia pelayaran tak kunjung usai, poros maritim Presiden Joko Widodo terancam gagal total karena mafia maritim merajalela, kini nama baik Indonesia tercoreng akibat oknum tak bertanggung jawab yang mencoba merompak atau menahan kapal milik perusahaan asing berbendera Djibouti bernama MV NEHA ex MV SENIHA-S milik Bulk Blacksea Inc.

Kapal tersebut ditahan tak boleh berlayar oleh 100 orang tak dikenal dan menaiki kapal MV NEHA tanpa memiliki hak kewenangan. Menurut kuasa hukum pemilik MV Neha Chandra Motik dari Kantor Hukum Chandra Motik Yusuf & Associates mengatakan bahwa orang yang dianggapnya sebagai mafia pelayaran tersebut mengancam nyawa crew kapal dengan menggunakan senjata tajam (seperti golok, pistol, dan parang).

Hal ini mengingat, masih Chandra, bahwa Indonesia selaku negara beradab sudah seharusnya memberikan perlindungan dan penegakan hukum atas upaya-upaya pihak yang tidak bertanggung jawab . �terlebih lagi saat ini Indonesia melalui Presiden Joko Widodo sedang berupaya mewujudkan sebagai negara poros maritim dunia,� ungkap Chandra Motik kepada wartawan di Jakarta, Rabu (20/12/2017).

Pada tahun 2013 lalu Kapal MV NEHA melakukan perbaikan (docking) di lokasi PT Drydock World Pertama, Kelurahan Tanjung Uncang, Kecamatan Batu Aji Kota Batam. Namun pada 02 Oktober 2015 status kapal tersebut berubah menjadi kapal untuk dijual belikan dan tanpa diketahui oleh pemilik kapal (Bulk Blacksea Inc.).

Awal kasus hukum MV NEHA ini berawal pada tanggal 1 Februari 2016, dengan munculnya gugataan dari Frans Tiwow (pembeli kapal) kepada PT Persada Prima Pratama (tergugat I) yang mengaku telah mendapat kuasa dari Bulk Blacksea Inc. Dalam perjanjian jual beli kapal MV NEHA seharga Rp. 15.500.000.000 (15,5 miliar rupiah) . Pembayaran dilakukan secara bertahap, yaitu dengan total Rp 6.000.000.000 (6 miliar rupiah), pembayaran tahap pertama telah dibayarkan pada tanggal 20 Oktober 2015.

Ditanggal yang sama Bulk Blacksea Inc. Juga menjadi tergugat II oleh Frans Tiwow, dan dikasus yang sama muncul nama baru PT Pelayaran Jasa Maritim Wawasan Nusantara yang juga turut digugat oleh Frans Tiwow karena telah mempersulit penggugat ketika terjadi perselisihan antara penggugat dengan tergugat dengan tidak memberikan informasi dan/atau data data terkait dengan kapal MV NEHA.

Pada tanggal 21 Desember 2016, Majelis Hakim Perkara Nomor 15/Pdt.G/2016/PN.Btm. melalui Putusan itu mengabulkan gugatan Frans Tiwow sebagian dengan verstek (karena para tergugat tak pernah hadir dalam persidangan), emnyatakan tindakan para tergugat terhadap penggugat merupakan perbuatan ingkar janji/wanprestasi, menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslag) atas kapal MV NEHA.

Atas adanya putusan tersebut, Bulk Blacksea, Inc. Melakukan upaya hukum yaitu perlawanan (pasal 129 ayat (1) HIR) kepada Frans Tiwow yang dengan alasan bahwa:

1.      Bulk Blacksea Inc, sama sekali tidak pernah menerima relaas penggilan sidang perkara nomor 15/Pdt.G/2016/PN.Btm.

2.      Bahwa tidak benar Bulk Blacksea Inc. Telah memberikan kuasa kepada PT Persada Prima Pratama, atau pihak manapun untuk menjual atau mengalihkan kapal MV NEHA kepada Frans Tiwow.

3.      Bulk Blacksea Inc. Tidak pernah menandatangani Letter of Authority No. BBIM/15923/PPP/2015 tertanggal panama, 23 September 2015 berdasarkan alasan diantaranya;

a)      Pada tanggal Panama, 23 September 2015 ternyata Tn. Mustofa Er sebagai Direktur Utama Bulk Blacksea Inc. Tidak berada di Republik Panama, melainkan berada di negaranya yakni Republik Turki yang dibuktikan dengan salinan Pasport.

b)      Bahwa Letter of Authority tersebut yang dibuat di Panama tidak penah dilegalisasi oleh Kementerian Kehakiman dan Kementerian Luar Negeri Panama maupun Perwakilan (Kedutaan) Republik Indonesia di Negara Panama.

4.       Bahwa karena Bulk Blacksea Inc. masih memegang dan memiliki dokumen kepemilikan MV. NEHA serta tidak pernah memberikan kuasa kepada pihak manapun untuk menjual atau mengalihkan hak kepemilikan kapal tersbeut, maka dengan tegas Bulk Blacksea Inc. menyatakan tidak terikat maupun tunduk pada:

a)      Surat perjanjian pengikat jual beli yang dibuat dibawah tangan tertanggal 02 Oktober 2015 yang dibuat antara Frans Tiwow dengan PT Persada Prima Pratama.

b)      Akta pengikat jual beli kapal No. 41 tanggal 20 Oktober 2015 yang dibuat antara Frans Tiwow dengan PT Persada Prima Pratama maupun,

c)       Perjanjian kesepakatan pemindahan kapal tertanggal 05 November 2015 yang dibuat antara Frans Tiwow dengan PT Persada Prima Pratama.

5.       Bulk Blacksea Inc. tidak pernah menerima uang pembayaran harga pembelian dari Frans Tiwow. Baik secara transfer maupun tunai.

Pada tanggal 16 November 2017 pemmilik kapal melaporkan dugaan tindak pidana penipuan dan pemalsuan sebagaimana di maksud dalam pasal 378 KUHP dan 263 KUHP dengan terlapor atas nama Frans Tiwow dan Bawole Roy N ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri dengan tanda bukti lapor Nomor TBL/849/XI/2017/Bareskrim

Tanggal 25 November 2017 Kepala Kantor Pelabuhan Batam telah menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (port clearance) atas kapal MV NEHA, namun gagal berlayar karena banyak orang yang mengeksekusi kapal tersebut dengan membajak crew kapal MV NEHA agar kapal tidak meninggalkan tempat, serta mengancam nyawa awak kapal dengan menggunakan senjata tajam (seperti golok, pistol, dan parang)

Tanggal 27 November 2017 telah diadakan pertemuan terkait penyelesaian sengketa kasus kapal MV NEHA yang difasilitasi oleh Kepala Kantor Pelabuhan Batam dengan undangan yaitu; 1) Direktur Polairut Polda Kepri. 2) Kapolresta Barelang Batam. 3) Kepala Badan Pembangunan (BP) Batam. 4) Pemilik kapal MV NEHA.

Tanggal 5 Desember 2017 BP Batam telah menerbitkan Surat Permohonan Keberangkatan Kapal (SPKK) ditujukan kepada Kepala Kantor Pelabuhan Batam sebagai dasar Syahbandar Batam untuk menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (port clearance).

Tanggal 6 Desember 2017 Kepala Kantor Pelabuhan Batam telah kembali menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (port clearance) atas kapal MV NEHA.

Tanggal 7 Desember 2017 pada saat kapal telah kembali siap untuk berlayar, kejadian yang sama terulang, beberapa orang yang tidak dikenal dan tidak memiliki kewenangan kembali naik ke atas kapal MV NEHA. Mereka kembali melakukan penahanan keberangkatan kapal dan mengancam keselamatan kru kapal.

Menurut Chandra Motik dengan adanya peristiwa penghalangan keberangkatan kapal oleh sekelompok orang yang tidak dikenal dan tidak memiliki kewenangan tersebut, akan mencoreng nama baik dan Citra Indonesia dimata dunia International.  Terlebih lagi Indonesia baru saja terpilih sebagai anggota Council International Maritime Organization (IMO).

Direktur Bulk Blacksea Inc. Raef S Din mengatakan bahwa pasca kejadian ini, pihaknya tak akan mau kembali berlayar ke Indonesia ataupun berbisnis dengan perusahaan pelayaran Indonesia, karena masih banyaknya kejahatan atau mafia dalam dunia pelayaran yang akan merugikan perusahaan pelayaran International. Seperti perusahaan garapannya.

 �Pengeluaran kami (Bulk Blacksea Inc.) sehari 6000 USD kali selama 100 hari kerugian kami, bisa  hitung berapa kerugian kami atas kejadian ini,� ungkapnya didepan awak media.(Hp)