Hari Maritim Nasional, Harapan Menuju Negara Samudera -->

Iklan Semua Halaman

Hari Maritim Nasional, Harapan Menuju Negara Samudera

Ananta Gultom
Saturday, September 23, 2017
Jakarta 23 September 2017, eMaritim.com

Republik Indonesia memperingati Hari Maritim Nasional pada hari ini tanggal 23 September sejalan dengan surat Keputusan Presiden R.I Pertama Soekarno bernomor 249.



Senafas dengan semangat Presiden RI pertama, pemerintahan Presiden Joko Widodo-JK juga sedang gencar melaksanakan program To Laut dan Poros Maritim yang sudah memasuki tahun kedua.
Saat ini dengan sedang lowongnya jabatan Dirjen HUBLA, seleksi penerimaan untuk calon-calonnya seperti akan menitipkan Pekerjaan Rumah negara ini kepada calon yang baru.


eMaritim merangkum beberapa persoalan yang dianggap sebagai hal utama dalam menuju cita cita Negara Maritim yang maju dan berdaulat. Berikut adalah sedikit dari keseluruhan hal yang akan menjadi tanggung jawab bersama semua komponen bangsa, dengan ujung tombak berada di pundak Direktorat Jenderal Perhubungan Laut sebagai sebuah instansi yang PALING MARITIM.

  • Maritim tidak sama dengan Kelautan, pemahaman akan hal ini sering menjadikan kerancuan dalam banyak hal.

  • Sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia masih belum mempunyai Universitas Maritim  

  • Indonesia belum mempunyai mempunyai Undang Undang Maritim, termasuk perlindungan terhadap para pelaku kegiatan tersebut yang dipimpin oleh Perwira Pelayaran Niaga.

  • Indonesia tidak mempunyai Pengadilan ADHOC Maritim yg sifatnya independen, selama ini keberadaan Mahkamah Pelayaran masih belum cukup untuk persoalan maritim.

  • Luas Laut Indonesia 2/3 dari luas keseluruhan NKRI dan belum terolah secara maksimal, salah satunya dikarenakan kurang nya tenaga ahli yang memiliki jenjang pendidikan setingkat Doktor dan Professor dibidang tersebut.

  • Selat terpanjang yang wilayahnya berbatasan dengan negara tetangga dan milik NKRI, justru diberi nama sesuai nama negara tetangga, Selat Malaka dan Selat Singapura

  • Sebagai negara maritim, Indonesia tidak mempunyai Rumpun Ilmu Maritim, Sub Rumpun Ilmu Maritim dan Bidang Ilmu Maritim yang  diakui negara untuk dikembangkan

  • Tugas pembentukan Sea and Coast Guard belum terlaksana, negara maritim sebesar Indonesia masih belum memiliki Coast Guard yang diamanahkan UU 17 tahun 2008

  • Indonesia masih belum melaksanakan Pemberlakuan Non Convention Vessel Standard, sehingga semua aturan pelayaran dan kepelautan hanya mengacu kepada IMO, padahal IMO sendiri sudah membebaskan kepada kapal kapal yang berukuran dibawah 500 GT dan kapal kapal yang berlayar domestik

  • Efisiensi Proyek Tol Laut, dengan memilah kebutuhan daerah dan membuat neraca komoditas masing masing daerah. Ini mutlak untuk melihat apa kebutuhan sebuah daerah dan apa peran masing masing daerah dalam mensukseksan Programn Tol Laut. Beberapa daerah yang maju sudah sampai ke tahap persoalan dwelling time, akses pelabuhan dan lainnya. Sementara daerah lain masih berada di persoalan standard, seperti kemampuan industri daerah tersebut dalam menghasilkan produk untuk bisa diangkut ke pulau lain

  • Memotori program Beyond Cabotage, Ekspor Impor komoditas Nasional masih dikuasai kapal asing dengan jumlah diatas 95%.

  • Peningkatan kualitas SDM Pelaut, agar mampu menjadi pelaut yang sangat baik di dunia dan pada ujungnya akan menjadi penghasil devisa yang sangat hebat, Filipina adalah contoh negara yang mampu melakukan itu.

  • Pemberantasan pungli di segala aspek bidang pelayaran dan kepelautan

  • Penegakan hukum dilaut yang masih tumpang tindih dari banyak lembaga, sehingga membingungkan pemilik kapal dan pelaut yang sering menjadi korban.

  • Masih kurang tegasnya petugas dalam menegakkan hukum di laut dan industri perkapalan.

  • Kesejahtraan di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terbilang rendah dibandingkan dengan industri yang ditanganinya. Bibit-bibit unggulan bidang maritim lebih tertarik bergerak di bidang swasta atau bahkan bekerja diluar negeri.

  • Bidang pendidikan maritim sudah seharusnya berorientasi kepada Industri yang selalu dinamis, Kurikulum sebaiknya menyesuaikan perkembangan industri.

  • Peraturan dan Kebijakan yang mendorong kemajuan Pembangunan kapal, Penggunaan kapal dan pemanfaatan industri penunjang maritim lainnya harus tegas.

  • Ketegasan dalam melaksanakan rezim maritim diatas laut ada dibawah Dirjen HUBLA, sehingga keberadaan DITJEN Perhubungan Darat dengan ekspansi ASDP harus dikembalikan marwahnya ke tangan yang benar.

  • Menjadi pelopor Tri Partid : Regulator - Pelaut - Pelayaran dalam mengembangkan dunia maritim yang berkesinambungan dimana aspek SDM menjadi prioritas.

  • Keterbukaan publik, harus  berani membuka ruang kepada diskusi terbuka, menerima masukan dari Organisasi Maritim, stake holders, memanfaatkan dunia pendidikan vokasi yang dimiliki sebagai ajang penggodokan kebijakan.

Demikian gambaran dunia maritim apabila kita sama sama mau melihat dari mikroskop maritim, sebuah cara pandang yang realistis, bukan sekedar yel yel pemuas penguasa.
Cara kerja instansi pemerintahan dimana persentasi penyerapan anggaran masih diutamakan, ketimbang hasil dari pembangunan itu sendiri masih menjadi momok bagi sebagian pejabat yang berniat bersih. Sistem dan lingkungan yang sering memaksa seseorang berbuat korup, karena keterlibatan pihak luar masih dibatasi.

Mungkin sudah saatnya pemerintah membentuk badan independen swasta sejenis Maritime Corruption Watch untuk sama sama mengkawal Program Pemerintah agar Laut Indonesia kembali ke rasa aslinya ASIN !.(zah)